Selasa, 09 Mei 2017

Literasi Keuangan di Indonesia

 

 
   Literasi keuangan (financial literacy) merupakan keadaan keadaan dimana seseorang mampu mengelola keuangannya dengan baik sehingga dapat memberikan nilai tambah secara ekonomis bagi dirinya sendiri.
      Pelaksanaan Edukasi dalam rangka meningkatkan keuangan masyarakat sangat diperlukan karena berdasarkan survei yang dilakukan oleh OJK pada 2013, bahwa tingkat literasi keuangan penduduk Indonesia dibagi menjadi empat bagian, yakni:
1.       Well literate (21,84 %), yakni memiliki pengetahuan dan keyakinan tentang lembaga jasa keuangan serta produk jasa keuangan, termasuk fitur, manfaat dan risiko, hak dan kewajiban terkait produk dan jasa keuangan, serta memiliki keterampilan dalam menggunakan produk dan jasa keuangan.
2.       Sufficient literate (75,69 %), memiliki pengetahuan dan keyakinan tentang lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan, termasuk fitur, manfaat dan risiko, hak dan kewajiban terkait produk dan jasa keuangan.
3.       Less literate (2,06 %), hanya memiliki pengetahuan tentang lembaga jasa keuangan, produk dan jasa keuangan.
4.       Not literate (0,41%), tidak memiliki pengetahuan dan keyakinan terhadap lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan, serta tidak memiliki keterampilan dalam menggunakan produk dan jasa keuangan.
​Literasi Keuangan memiliki tujuan jangka panjang bagi seluruh golongan masyarakat, yaitu: 
·         Meningkatkan literasi seseorang yang sebelumnya less literate atau not literate menjadi well literate;
·         Meningkatkan jumlah pengguna produk dan layanan jasa keuangan.
·         Agar masyarakat luas dapat menentukan produk dan layanan jasa keuangan yang sesuai dengan kebutuhan, masyarakat harus memahami dengan benar manfaat dan risiko, mengetahui hak dan kewajiban serta meyakini bahwa produk dan layanan jasa keuangan yang dipilih dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Bagi masyarakat, Literasi Keuangan memberikan manfaat yang besar, seperti:
·         Mampu memilih dan memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan yang sesuai kebutuhan; memiliki kemampuan dalam melakukan perencanaan keuangan dengan lebih baik;
·         Terhindar dari aktivitas investasi pada instrumen keuangan yang tidak jelas;
·         Mendapatkan pemahaman mengenai manfaat dan risiko produk dan layanan jasa keuangan. Literasi Keuangan juga memberikan manfaat yang besar bagi sektor jasa keuangan. Lembaga keuangan dan masyarakat saling membutuhkan satu sama lain sehingga semakin tinggi tingkat Literasi Keuangan masyarakat, maka semakin banyak masyarakat yang akan memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan.
Indonesia Masih Tertinggal
                Berbeda dengan negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Australia, dan Kanada, di Indonesia pembekalan untuk mendapatkan literasi keuangan dinilai masih sangat minim. Kalau di sana masyarakatnya sudah dibekali ilmu-ilmu keuangan secara cukup mendalam sejak mereka masih di Sekolah Menengah Atas (SMA), di sini rata-rata masyarakat  baru di Indonesia mendapatkan pembekalan seperti itu ketika mereka duduk di bangku kuliah, itu pun tidak semua jurusan memberikannnya. Ini, tentu saja, perlu menjadi perhatian khusus pemerintah baru Indonesia agar rakyatnya tidak dipandang rendah dalam bersaing di ajang tersebut. Yang terpenting, jangan sampai kelemahan ini menimbulkan masalah baru yang mungkin saja bisa merusak stabilitas perekonomian Indonesia secara keseluruhan.. Dengan kondisi yang serba terintegrasi saat ini, seharusnya pemerintah melihat ini sebagai sebuah urgensi dan mengambil langkah konkrit agar, paling tidak, keadaan seperti ini (minimnya literasi keuangan di Indonesia -red) tidak bertahan terlalu lama. Dengan jumlah penduduk tak kurang dari 250 juta, Indonesia berpeluang menjadi kekuatan ekonomi baru di kancah global. Tentu saja, dengan syarat: terjadinya perbaikan yang signifikan dalam mutu pendidikan, khususnya segi literasi keuangan. Pemerintah bisa belajar dari Brazil, AS, hingga Malaysia dalam hal ini. Negara-negara tersebut tercatat menaruh perhatian yang serius terhadap kelangsungan literasi keuangan masyarakatnya. Hal ini bisa dilihat dari pembekalan literasi keuangan yang diberikan kepada para pelajar di tingkat SMA dan lembaga-lembaga yang dibentuk khusus untuk menangani persoalan literasi keuangan di masing-masing negara. Poin-poin tersebut mungkin perlu dipertimbangkan untuk dijadikan resolusi baru di masa pemerintahan yang baru ini. Untuk poin kedua, beruntung Indonesia sudah memiliki OJK. Pemerintah tinggal mengoptimalkan fungsinya saja sebagai lembaga yang berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat, yang salah satu kandungannya adalah memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya (Pasal 28 Undang-Undang OJK).












Tidak ada komentar:

Posting Komentar