Literasi keuangan (financial literacy) merupakan keadaan keadaan dimana seseorang mampu mengelola keuangannya dengan baik sehingga dapat memberikan nilai tambah secara ekonomis bagi dirinya sendiri.
Pelaksanaan
Edukasi dalam rangka meningkatkan keuangan masyarakat sangat diperlukan karena
berdasarkan survei yang dilakukan oleh OJK pada 2013, bahwa tingkat literasi
keuangan penduduk Indonesia dibagi menjadi empat bagian, yakni:
1.
Well
literate (21,84 %), yakni memiliki pengetahuan dan keyakinan tentang
lembaga jasa keuangan serta produk jasa keuangan, termasuk fitur, manfaat dan
risiko, hak dan kewajiban terkait produk dan jasa keuangan, serta memiliki
keterampilan dalam menggunakan produk dan jasa keuangan.
2.
Sufficient
literate (75,69 %), memiliki pengetahuan dan keyakinan tentang
lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan, termasuk fitur, manfaat
dan risiko, hak dan kewajiban terkait produk dan jasa keuangan.
3.
Less
literate (2,06 %), hanya memiliki pengetahuan tentang lembaga jasa
keuangan, produk dan jasa keuangan.
4.
Not
literate (0,41%), tidak memiliki pengetahuan dan keyakinan terhadap
lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan, serta tidak memiliki
keterampilan dalam menggunakan produk dan jasa keuangan.
Literasi Keuangan memiliki tujuan jangka panjang bagi
seluruh golongan masyarakat, yaitu:
·
Meningkatkan
literasi seseorang yang sebelumnya less literate atau not literate menjadi well
literate;
·
Meningkatkan
jumlah pengguna produk dan layanan jasa keuangan.
·
Agar
masyarakat luas dapat menentukan produk dan layanan jasa keuangan yang
sesuai dengan kebutuhan, masyarakat harus memahami dengan benar manfaat dan
risiko, mengetahui hak dan kewajiban serta meyakini bahwa produk
dan layanan jasa keuangan yang dipilih dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Bagi masyarakat, Literasi Keuangan memberikan manfaat
yang besar, seperti:
·
Mampu
memilih dan memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan yang sesuai
kebutuhan; memiliki kemampuan dalam melakukan perencanaan keuangan dengan
lebih baik;
·
Terhindar
dari aktivitas investasi pada instrumen keuangan yang tidak jelas;
·
Mendapatkan
pemahaman mengenai manfaat dan risiko produk dan layanan jasa keuangan.
Literasi Keuangan juga memberikan manfaat yang besar bagi sektor jasa keuangan.
Lembaga keuangan dan masyarakat saling membutuhkan satu sama lain sehingga
semakin tinggi tingkat Literasi Keuangan masyarakat, maka semakin banyak masyarakat
yang akan memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan.
Indonesia Masih
Tertinggal
Berbeda
dengan negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Australia, dan Kanada,
di Indonesia pembekalan untuk mendapatkan literasi keuangan dinilai masih
sangat minim. Kalau di sana masyarakatnya sudah dibekali ilmu-ilmu keuangan
secara cukup mendalam sejak mereka masih di Sekolah Menengah Atas (SMA), di
sini rata-rata masyarakat baru di
Indonesia mendapatkan pembekalan seperti itu ketika mereka duduk di bangku
kuliah, itu pun tidak semua jurusan memberikannnya. Ini, tentu saja, perlu
menjadi perhatian khusus pemerintah baru Indonesia agar rakyatnya tidak
dipandang rendah dalam bersaing di ajang tersebut. Yang terpenting, jangan
sampai kelemahan ini menimbulkan masalah baru yang mungkin saja bisa merusak
stabilitas perekonomian Indonesia secara keseluruhan.. Dengan kondisi yang
serba terintegrasi saat ini, seharusnya pemerintah melihat ini sebagai sebuah
urgensi dan mengambil langkah konkrit agar, paling tidak, keadaan seperti ini
(minimnya literasi keuangan di Indonesia -red) tidak bertahan terlalu lama. Dengan
jumlah penduduk tak kurang dari 250 juta, Indonesia berpeluang menjadi kekuatan
ekonomi baru di kancah global. Tentu saja, dengan syarat: terjadinya perbaikan
yang signifikan dalam mutu pendidikan, khususnya segi literasi keuangan.
Pemerintah bisa belajar dari Brazil, AS, hingga Malaysia dalam hal ini.
Negara-negara tersebut tercatat menaruh perhatian yang serius terhadap
kelangsungan literasi keuangan masyarakatnya. Hal ini bisa dilihat dari
pembekalan literasi keuangan yang diberikan kepada para pelajar di tingkat SMA
dan lembaga-lembaga yang dibentuk khusus untuk menangani persoalan literasi
keuangan di masing-masing negara. Poin-poin tersebut mungkin perlu
dipertimbangkan untuk dijadikan resolusi baru di masa pemerintahan yang baru
ini. Untuk poin kedua, beruntung Indonesia sudah memiliki OJK. Pemerintah
tinggal mengoptimalkan fungsinya saja sebagai lembaga yang berwenang melakukan
tindakan pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat, yang salah satu
kandungannya adalah memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas
karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya (Pasal 28
Undang-Undang OJK).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar