Dalam kegiatan
produksi terdapat dua pilihan teknologi yakni padat modal (capital intensive)
dan padat karya (labor intensive).Dimana padat modal sangat mengandalkan dalam
segi kemampuan barang modal seperti mesin dll sedangkan padat karya cenderung
menggunakan proporsi manusia dalam produksi amat besar(tenaga manusia yang
banyak )
Padat modal biasanya dilandaskan pada keinginan mencapai
tingkat produksi yang optimum dengan biaya produksi per-unit yang rendah , sehingga
berdampak pada tingkat harga yang semakin murah .Hal ini bias di sebabkan Karena
yang bekerja adalah mesin-mesin, jam kerja bisa ditambah sesuka hati, tanpa
adanya keluhan capai, protes, tuntutan uang lembur maupun uang kopi.Dampak
positif dari adanaya padat modal adalah produktivitas kerja tetap tinggi dan
stabil, sedangkan kualitas produk dapat dipertanggungjawabkan.Namun kelemahan
atau kendala dari padat modal adalah modal awal dan investasi yang tinggi.namun
perusahaan biasanya bisa mengatasi dengan cara meminjam modal .
Padat karya
cenderung berorientasi ke komoditi (pertanian, perkebunan, sepatu, tekstil,
rokok, dll). Industri semacam ini sangat rawan terhadap perubahan harga. Jika
harga buruh di Indonesia lebih mahal daripada Vietnam, industri padat karya
Indonesia akan terpukul berat, kecuali ada yang bersedia jadi buruh dengan upah
semurah-murahnya atau gratisan
Padat modal di
nilai hanya hanya cocok di negara maju, dimana upah buruh
sudah amat mahal dan hak asasi manusia sudah dijunjung tinggi. Di negara sedang
berkembang (NSB) upah buruh amat murah, sebagai contoh di negara kita sendiri
yaitu Indonesia dan hak asasi nya belum terjamin .
Di negara
sedang berkembang upah buruh amat murah,
Lagi pula buruh-buruh di Negara berkembang tidak banyak maunya . Selain upah
buruh, alasan lain yang dikemukakan adalah alasan keadilan. Dengan padat karya berarti proses produksi akan membuka lapangan
pekerjaan yang banyak, dengan demikian banyak orang kecipratak rejeki. Bila
banyak yang kecipratan rejeki maka daya beli meningkat, pasar bertambah.
Akhirnya rejeki yang diberikan dalam bentuk upah akan kembali kepada pengusaha
sebagai penerima.
Sebenarnya
padat modal dan padat karya itu
sama-sama memberi dampak positif , tetapi pembuktian berlangsung di
lapangan. Di Indonesia misalnya, banyak produk-produk yang menggunakan
teknologi padat modal maupun padat karya, masih harus dibeli oleh konsumen
dengan harga relatif tinggi untuk ukuran kantong rakyat kebanyakan. Demikian
juga beras, ikan segar, sayur mayur, buah-buahan, hasil-hasil kerajinan
tangan/industri rumah tangga, yang menggunakan TPK harganya terus menanjak
terutama di wilayah perkotaan.
Tanggapan saya mengenai padat modal vs padat karya di Indonesia mana
lebih cocok
Pilihan antara
padat modal dan padat karya tidak terlepas dari konteks hidup , dimana
tekonologi yang di terapkan dimana jika masyarakat berperilaku tidak baik maka
tidak akan menghasilkan keuntungan antara kedua belah pihak padat modal maupun
padat karya.Faktanya padat modal dan padat karya harus memiliki sumber daya
manusia yang tinggi ,jadi menurut saya jika
Indonesia mau maju maka harus mengembangkan kedua nya secara bersamaan dimana
padat modal biasanya lebih sulit di kembangkan , dan jangka waktu yang lama
untuk digunakan /di panen.Selama masih belum berbuah seharusnya padat karya
juga bisa di gunakan dalam membantu kegiatan pemerintah .Apabila padat modal berkembang
/tumbuh maka teknologi yang dipanen dari industri tersebut dapat digunakan
untuk meningkatkan level produksi padat
karya. Dengan menggunakan keduanya maka pemerintah harusnya bisa membangun
spiral kesejahteraan dimana kesejahteraan itu makin lama makin sejahtera ,kalua
hanya berpegang dengan salah satu padat , nasib kita mah tidak akan beranjak jauh
dari sekarang sepert harga minyak naik,
harga barang naik, investor kabur ke tempatn asing lain , PHK dimana-mana dll.
Intinya Akar permasalahan diatas adalah
ekonomi biaya tinggi yang bersumber di masyarakat, birokrasi dan pengusaha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar